Rabu, 09 November 2016

WIRAUSAHAWAN SUKSES

NADIEM MAKARIM (PENDIRI GOJEK)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEib8UvYN50NY6qrHkGz5-4o5pCfw_OpFIBW28_YB8_h7hxHwuj-yc969zphTH4hEFRQrVN0l6Bduzf208xynJUbgNvHBX8xKdSrlVOCa5gn3nt5ZKjc53X3RMkE99JMQp6L3cwj-S2z1LtN/s1600/images.jpg
Image result for nadiem makarim
            Nadiem Makarim dilahirkan di Singapura , 4 Juli 1984. Walaupun lahir di Singapura, Nadiem adalah warga Indonesia asli. Ayahnya asli Pekalongan yang bernama Nono Anwar Makarim bekerja sebagai pengacara. Ibu Nadiem asli Pasuruan yang bernama Atika Algadrie. Masa kecil Nadiem banyak dihabiskan di Indonesia, SD hingga SMP ia lakoni di Jakarta. SMA ia memilih di Singapore. Saat kuliah ia memilih ke Harvard University. Namun sebelum di Harvard University, ia mengambil D1 Foreign Exchange di London School of Economics.
Lulus dari Harvard University dengan gelar MBA, Nadiem Makarim kemudian kembali ke Indonesia dn meniti karier sebagai professional di perusahaan Mckinsey and Company, yaitu sebuah perusahaan konsultan bisnis di Jakarta. Nadiem meniti karir di perusahaan tersebut selama 3 thn. Selain di perusahaan konsultasi tersebut, Nadiem juga pernah bekerja di Zalora Indonesia sebagai Managing Director, bahkan ia adalah salah satu Co-Foundernya.
Nadiem Makarim juga pernah menjabat sebagai Innovation Officer di Kartuku. Selama bekerja “ikut orang” Nadiem merasa ada yang aneh dalam dirinya. Panggilan jiwanya sebenarnya adalah sebagai entrepreneur. Jangan ditanya lagi masalah gaji, fasilitas atau apresiasi perusahaan. Semua itu telah didapatnya. Namun panggilan jiwa tak bisa dibohongi. Nadiem Makarim pun memutuskan bahwa ia harus membuat bisnis sendiri. Ia ingin agar bisnisnya ini benar-benar member dampak positif bagi masyarakat. “Saya tidak betah kerja di perusahaan orang lain. Saya ingin mengontrol takdir saya sendiri”. Itulah prinsip yang dipegang oleh Nadiem Makarim. Itulah yang jadi penyemangat dirinya saat berhenti bekerja dan mendirikan usaha sendiri. Ia ingin mengukir suksesnya, sejarah hidupnya tanpa control dari orang lain.
Selama di Jakarta, Nadiem pun berpikir tentang ojek. Menurutnya, jika ojek ini di sistemkan tentu akan jauh lebih mudah bagi cust untuk menghubungi dan juga lebih menguntungkan bagi pemilik ojek itu sendiri. Akhirnya pada tahun 2011 Nadiem Makarim berhenti bekerja dan memutuskan untuk mendirikan GOJEK, yaitu sebuah aplikasi ojek. Gojek ini tak hanya jasa mengantar penumpang (manusia) tapi juga jasa antar makanan, barang, salon dan sebagainya yang itu masih bisa discover dengan menggunakan sepeda motor.
Perlu diketahui bahwa Nadiem Makarim mendirikan Gojek bukan untuk menyaingi ojek-ojek yang sudah ada, namun Nadiem justru ingin merangkul ojek-ojek tersebut untuk bergabung dengan Gojek agar bisa lebih tersistem melalui aplikasi GOJEK. Sehingga waktu para tukang ojek tak banyak dihabiskan untuk menunggu penumpang. Aplikasi GOJEK ini telah di download lebih dari 1juta pengguna, sesuatu pencapaian yang sangat fantastis untuk sebuah aplikasi. 
Untuk masalah permodalan, GO-JEK disokong oleh perusahaan investasi asal Singapura  Northstar Group. Saat ini GO-JEK sudah memiliki hamper 10.000 mitra tukang ojek yang menyebar di seluruh Indonesia. Para tukang ojek yang mau bergabung dalam GOJEK harus mempunyai sepeda motor sendiri, kemudian untuk smartphonenya GOJEK memberikan program cicilan ringan. Dengan begitu para tukang ojek tersebut tak hanya lebih tersistem kerjanya tapi juga melek technology. Jadi istilahnya GOJEK ini adalah makelar antara tukang ojek dan pelanggan.
Pembagian hasilnya adalah 80:20, 80 persen untuk para tukang ojek dan 20 persen untuk GOJEK. Banyak pengakuan tukang ojek bahwa sejak gabung dengan GOJEK mereka mendapat penghasilan yang jauh lebih banyak daripada menggunakan cara konvensional. Nadiem Makarim sendiri hampir setiap hari menggunakan layanan GOJEK. Ia adalah customer pertama yang mendownload dan menggunakan GOJEK. Tentulah untuk kota-kota besar seperti Surabaya dan Jakrta adanya GOJEK sangatlah membantu dan saling menguntungkan.
Saat ini GOJEK telah menjadi salah satu startup yang cukup diperhitungkan, tak hanya di tanah air tapi juga di dunia internasional. Akhir-akhir ini nama Nadiem Makarim pun sering muncul di media cetak, elektronik bahkan internet. Berikut merupakan biografi singkat Nadiem Makarim.
Nama               Nadiem Makarim
TTL                 Singapura, 4 Juli 1984
Orangtua         Nono Anwar Makarim (ayah)
Atika Algadrie (ibu)
Pasangan         Franka Franklin (istri, 2014)
Pendidikan      Foreign Exchange di London School of Economics
International Relations di Brown University, Amerika Serikat
Harvard Business School , Harvard University
Karier              Co Founder & Managing Direktor Zalora Indonesia
Chief Innovation Officer Kartuku
Bussiness Consultant , Mckinsey & Company
Founder & CEO GO-JEK (2011- sekarang)


Sumber: 
http://biografi-orang-sukses-dunia.blogspot.co.id/2016/01/biografi-nadiem-makarim-lulusan-harvard.html

Kamis, 20 Oktober 2016

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
(MANAJEMEN RANTAI PASOK)


A.        Rantai Pasok
Rantai pasokan merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang saling bekerja sama dalam menciptakan suatu produk kepada pemakai, perusahaan tersebut  adalah pemasok, pabrik, distributor, toko, ataupun perusahaan pendukung lainnya seperti perusahaan penyedia jasa logistik (Pujawan, 2005).
Konsep rantai pasokan merupakan konsep lanjutan dari konsep logistik. Perbedaan antara konsep rantai pasokan dan konsep logistik adalah konsep logistik lebih terfokus  terhadap pengaturan aliran logistik yang terjadi dalam sebuah perusahaan, sedangkan konsep rantai pasok memandang bahwa integrasi logistik dalam sebuah perusahaan tidak cukup, integrasi harus tarjalin dari hulu ke hilir.
Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara serentak bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya adalah pemasok, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan pendukung seperti perusahaan logistik. Terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu ke hilir. Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir maupun sebaliknya (Indrajit, 2002).

B.        Manajemen Rantai Pasokan (SCM)
Jika rantai pasokan adalah jaringan fisiknya, yaitu perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, SCM adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa SCM menghendaki pendekatan yang saling terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi (pujawan, 2005). Supply chain Management (SCM) pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Supply chain management merupakan metode, alat, atau pendekatan pengelolaan dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pembuatan sebuah produk. SCM tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan partner (Indrajit, 2002).
Supply chain management atau bisa disebut dengan manajemen rantai pasok merupakan proses perencanaan, penerapan, dan pengendalian operasi dari rantai pasokan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan pelanggan seefisien mungkin. Supply chain management mencangkup semua pergerakan dari gudang penyimpanan bahan baku, persediaan bahan dalam pengolahan, dan barang jadi, sejak dari titik produksi hingga ke titik konsumsi (Haming & Nurnajamuddin, 2012).
Konsep supply chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan internal masingmasing perusahaan dalam mengelola material dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara internal di masing-masing perusahaan. Dalam konsep baru, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sejak dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang. Perbedaan karakteristik antara pengadaan yang dikelola secara tradisional dengan supply chain dapat dilihat pada Tabel 2.1. seperti berikut (LIB UI, 2008) .
Tabel 2.1. Perbedaan karakteristik antara pengadaan secara tradisional dengan supply chain (Cooper dan Ellram 1993)
Elemen
Manajemen Logistik
Tradisional
Supply Chain
Management
Pengelolaan Inventory
Dilakukan oleh bagian logistik perusahaan
Dilakukan secara bersama-sama pada semua rantai pengadaan
Pendekatan Biaya
Keseluruhan
Meminimalkan biaya perusahaan
Efisiensi pada seluruh rantai pengadaan
Jangka Waktu
Jangka pendek
Jangka panjang
Pembagian dan Monitoring SejumlahI informasi
Dibatasi oleh kebutuhan transaksi sesaat
Sesuai kebutuhan proses perencanaan dan monitoring
Koordinasi pada Semua Tingkat Saluran
Kontrak tunggal untuk transaksi antara pasangan saluran
Multi kontak diantara tingkatan pada perusahaan dan saluran rantai pengadaan
Perencanaan Bersama
Berdasarkan transaksi
Berkelanjutan

C.        Konsep Manajemen Rantai Pasokan (SCM)
            Konsep supply chain management (SCM) bermula dari sistem pengadaan yang dilakukan oleh Toyota untuk mengkoordinasikan sistem pengadaan dan pengelolaan supplier Toyota. Konsep dasar dari SCM terdiri dari beberapa perangkat seperti Just In Time delivery (JIT) dan manajemen logistik. Sistem ini bertujuan mengatur pengadaan material yang dibutuhkan sesuai dengan spesifikasi, dalam jumlah yang seminimal mungkin dan dalam waktu yang tepat. Tujuan yang hendak dicapai adalah mengurangi inventory secara drastis dan mengatur secara efektif hubungan komunikasi antara supplier dengan jadwal produksi perusahaan. Supply chain pada hakekatnya merupakan jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu (upstream) dan ke hilir (downstream), dalam proses dan kegiatan yang berbeda yang menghasilkan nilai yang terwujud dalam barang dan jasa ditangan pelanggan terakhir (ultimate customer). Strategi manajemen supply chain dilakukan dengan memecah perbatasan-perbatasan antar perusahaan yang secara tradisional memisah-misahkan pelaku pengadaan barang atau jasa, yang mengakibatkan terpecahnya daya kemampuan mereka (LIB UI, 2008).

Information flow (orders, schedules, forecasts, etc)
Suppliers         Manufacturers            Assemblers                  Retailers          Customer
Materials         Parts Manufacture        Product Assembly        Sales       Consumption
Material Flows (supplies, production, deliveries, etc)
Gambar 2.1 Konfigurasi Umum Supply Chain pada Perusahaan Manufaktur

D.        Metodologi Supply Chain
            Metodologi supply chain management mengandung kemiripan dengan Lingkaran Deming seperti terlihat pada Gambar 2.2. Pada umumnya metodologi SCM terdiri dari empat elemen utama, yaitu (LIB UI, 2008):
1.      Penilaian Supply Chain:
Penilaian dilakukan pada proses pengadaan yang sedang berlangsung untuk mendeteksi masalah dan pemborosan yang terjadi dan mencoba menemukan akar penyebabnya. Setelah masalah tersebut dimengerti, langkah kedua dilakukan.
Gambar 2.2 Metodologi Umum SCM Dibandingkan dengan Lingkaran Deming
2.      Merancang ulang Supply Chain:
Mengenalkan keputusan struktural terhadap masalah yang terjadi dengan cara mendistribusikan ulang peraturan-peraturan, tugas dan tanggung jawab di antara key person dalam supply chain, dan me-review prosedur.
3.      Mengendalikan Supply Chain:
Bagian terpenting dari pengendalian adalah membangun mekanisme monitoring untuk menilai bagaimana supply chain dilaksanakan dengan baik. Monitoring tersebut melalui suatu sistem yang dapat mengukur dan memperkirakan pemborosan dalam proses supply chain, feedback untuk mendiskusikan dan mengevaluasi masalah yang terjadi.
4.      Meningkatkan secara terus-menerus Supply Chain:
Mengidentifikasi peluang-peluang baru, dan menemukan inisiatif baru untuk mengembangkan dan mengevaluasi supply chain dalam organisasi yang terintegrasi.
Penerapan metodologi supply chain akan menghasilkan beberapa keuntungan sebagai berikut:
1.      Mengurangi persediaan barang, sehingga bisa mengurangi biaya inventory, biaya penyimpanan dan biaya kerusakan dan kehilangan akibat penyimpanan.
2.      Menjamin kelancaran penyediaan barang, karena kerjasama yang dilakukan antara pihak perusahaan jasa konstruksi dengan vendor.
3.      Menjamin mutu material yang disupplai sesuai dengan kondisi yang diinginkan, dan harga yang lebih kompetitif.

D.        Strategi Supply Chain
            Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan supply chain adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat di antara jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan effisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pengguna akhir. Perkembangan terakhir dari konsep yang digunakan dan dikembangkan untuk meningkatkan efiensi dan efektifitas pergerakan barang atau material adalah sebagai berikut (LIB UI, 2008) :
1.      Mengurangi jumlah supplier, hal ini dilakukan untuk mengurangi ketidak seragaman, biaya-biaya negosiasi, dan pelacakan (tracking). Konsep ini adalah awal kecenderungan dari konsep multiple supplier ke single supplier.
2.      Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance. Konsep ini menganggap bahwa hanya dengan supplier partnership, key supplier untuk material tertentu merupakan strategic sources yang dapat diandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan material dalam supply chain.
Hal-hal di atas tentunya didasari oleh keputusan-keputusan manajemen. Berikut merupakan 3 hal keputusan manajemen rantai pasok (LIB UI, 2008):
1.      Tingkat strategis, yakni suatu keputusan jangka panjang yang berkaitan dengan lokasi (keadaan geogafis lokasi), produksi (menentukan produk apa yang dibuat, dimana pembuatannya, pemasok mana yang dipakai, dari pabrik mana distribusi dipasok), persediaan (cara mengatur persediaan seluruh rntai pasokan), dan transportasi (mode transportasi).
2.      Tingkat taktis, yakni suatu keputusan jangka menengah yang perkiraan besarnya kebutuhan bulanan, mingguan, pembuatan MRP, rencana distribusi dan tranportasi, serta rencana produksi.
3.      Tingkat operasional, yakni suatu keputusan mengenai aktifitas operasional dari sehari-hari.

E.        Tujuan Strategi Supply Chain
            Strategi tidak dapat dilepaskan dari tujuan jangka panjang. Tujuan inilah yang diharapkan akan tercapai. Keputusan jangka pendek dan dilingkungan lokal mestinya harus mendukung organisasi atau supply chain kearah tujuan-tujuan strategis tersebut. Tujuan-tujuan strategis tersebut perlu dicapai untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan pasar. Agar perusahaan menang dalam persaingan pasar, maka produk yang diciptakan haruslah murah, berkualitas, tepat waktu, dan bervariasi (Indrajit, 2002).
            Keempat tujuan strategis tersebut sangat penting bagi konsumen. Namun perlu disadari tingkat kepentingan untuk tujuan diatas berbeda-beda untuk setiap jenis produk dan segmen pasar. Terdapat pelanggan yang mengutamakan harga yang murah dalam membeli produk, sedangkan pelanggan lain memilih kulaitas sebagai acuan dasar dalam memilih produk. Dalam pencapaian tujuan tersebut maka supply chain harus bisa menerjemahkan tujuan-tujuan di atas kedalam kemampuan sumber daya yang dimiliki. Dalam konteks operasi supply chain, tujuan-tujuan di atas bisa dicapai apabila memiliki kemampuan untuk beroperasi secara efisien, menciptakan kualitas, cepat, fleksibel, serta inovatif (Indrajit, 2002).
            Masing-masing aspirasi pelanggan tersebut bisa didukung oleh satu atau beberapa kemampuan strategis suatu supply chain. Misalnya aspirasi untuk mendapatkan produk uang murah tidak hanya didukung oleh kemampuan supply chain untuk beroperasi secara efisien, tetapi juga kemampuan untuk menciptakan kualitas. Dalam konteks operasi, kemampuan menciptakan kualitas tidak selalu diasosiasikan dengan produk, tetapi juga dengan proses. Filosofi manajemen kualitas right the first time and energy time misalnya mengindikasi bahwa manajemen kualitas juga berperan dalam mengurangi jumlah produk yang rusak atau yang harus dikerjakan ulang. Kesalahan proses yang mengakibatkan barang cacat tentu mengakibatkan waktu produksi yang lebih lama sehingga mengurangi kemampuan supply chain untuk menyediakan produk tepat waktu. Gambar 2.1 menunjukan hubungan antara empat aspirasi pelanggan dengan lima kemampuan strategis yang harus dimiliki oleh supply chain (Pujawan, 2010).
Gambar 2.3 Aspirasi Pelanggan dan Kemampuan Strategi Supply Chain
Sumber: Pujawan (2010)



F.         Manajemen Pengadaan
            Manajemen pengadaan adalah salah satu komponen utama dari rantai pasok. Tugas dari manajemen pengadaan adalah menyediakan inputan yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi maupun kegiatan lainnya dalam perusahaan. Selain itu manajemen pengadaan juga bertugas untuk menyediakan jasa angkutan, pergudangan, transportasi, dan lainya. Bagian lain pada rantai pasok, manajemen pengadaan memiliki tugas lain. Seperti pada ritel, bagian pengadaan bertugas untuk mendapatkan barang-barang atau merchandise maupun jasa yang nantinya akan mereka jual (Haming & Nurnajamuddin, 2012).
Bagian pengadaan memiliki beberapa tugas lain, selain yang telah disebutkan diatas. Salah satu tugas penting pada bagian pengadaan adalah melakukan pembelian barang maupun jasa. Proses pembelian haruslah mendapatkan jasa dan produk yang berkualitas, dengan harga murah, dan terkirim tepat waktu. Secara spesifik manajemen pengadaan memiliki beberapa tugas penting yang harus dilakukan, yaitu merancang hubungan yang tepat dengan pemasok, memilih pemasok, memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok, memelihara data item dan data pemasok yang dibutuhkan, melakukan proses pembelian, serta mengevaluasi kinerja pemasok (Haming & Nurnajamuddin, 2012).
            Merancang hubungan yang tepat dengan pemasok bisa bersifat kemitraan jangka panjang maupun pendek. Model hubungan mana yang tepat tentunya bergantung pada banyak hal. Bagian pengadaanlah yang memiliki tugas untuk merancang relationship portofolio untuk semua pemasok. Selain itu bagian pengadaan juga perlu menentapkan jumlah pemasok untuk masing-masing item. Tugas selanjutnya dari bagian pengadaan adalah memilih pemasok. Memilih pemasok bisa memakan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit apabila pemasok yang dimaksud adalah pemasok kunci. Kesulitan akan lebih tinggi jika pemasok kunci berada di mancanegara (Pujawan, 2010).
            Tugas selanjutnya adalah memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok. Kegiatan pengadaan memerlukan teknologi yang cocok untuk menunjang kegiatan pengadaan barang maupun jasa. Teknologi tradisional dan umum digunakan adalah telepon dan fax. Namun sejak berkembangnya teknologi, munculah internet yang dapat menunjang bagian pengadaan. Seperti sekarang ini muncul teknologi electronic procurement atau e-procurement yaitu aplikasi internet untuk bagian pengadaan. E-procurement bisa membantu bagian pengadaan untuk mengakses data pemasok dan barang yang dipasok serta membantu memilih pemasok melalui prose e-auction dan e-bidding (Pujawan, 2010).
            Memelihara data item dan data pemasok yang dibutuhkan berisi data nama dan alamat masing-masing pemasok, item yang mereka pasok, harga perunit, lead time pengiriman, kinerja masa lalu, serta kualifikasi pemasok. Tugas selanjutnya adalah melakukan pembelian. Proses pembelian bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pembelian rutin maupun pembelian dengan melalui tender. Tugas bagian pengadaan yang terakhir adalah mengevaluasi kinerja pemasok. Penilaian kinerja pemasok juga merupakan pekerjaan yang penting untuk menciptakan daya saing yang berkelanjutan. Hasil penilaian ini digunakan untuk masukan bagi pemasok untuk meningkatkan kinerja mereka (Pujawan, 2010). 

G.        Pengadaan Barang
Menurut Leenders (1997) mengartikan purchasing sebagai proses pembelian, pencarian kebutuhan, pemilihan pemasok, negosiasi harga, dan controlling untuk kepastian pengantaran. Kegiatan pembelian bahan baku memiliki potensi untuk memainkan peranan penting dalam mengembangkan efisiensi pada perusahaan agar perusahaan dapat lebih kompetitif (Yadrifil & Tri, 2013).
Departemen pengadaan atau purchasing merupakan bagian yang sangat penting dari perusahaan yang harus mematuhi kebijakan dasar manajemen. Dalam melaksanakan tugasnya departemen pengadaan/purchasing harus dapat memberikan kontribusi yang optimum kepada manajemen perusahaan sebagai bagian penting dalam sebuah organisasi yang memainkan peranan penting dalam upaya mencapai target profit yang ditetapkan manajemen (Yadrifil & Tri, 2013).
Lingkup kegiatan pengadaan barang meliputi penyusunan rencana pengadaan, pemilihan pemasok, pengadministrasian Kontrak, pembinaan pemasok dan penyelesaian perselisihan. Pengadaan barang meliputi pengadaan barang untuk kepentingan pengisian persediaan (inventory) di gudang atau untuk dipergunakan secara langsung dalam kegiatan operasional atau proyek atau membeli peralatan (equipment). Pengadaan barang dapat dilakukan dengan cara (Yadrifil & Tri, 2013).
a.       Membeli barang atau peralatan hasil produksi masal (mass product) kepada pabrikan atau kepada pedagang; atau
b.       Membeli barang pesanan kepada bengkel (workshop) atau pabrikator barang atau peralatan yang harus dibuat/ dipabrikasi terlebih dahulu dengan desain tertentu (tailor made).

H.        Penilaian Pemasok
            Melakukan penilaian pemasok merupakan pekerjaan untuk bagian pengadaan. Kegiatan memilih pemasok membutuhkan waktu yang cukup lama dan membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit apabila pemasok yang dimaksud adalah pemasok penting. Setiap perusahaan memiliki kriteria dalam memilih pemasok, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai.  Sebagian perusahaan memilih pemasok berdasarkan harga, kualitas, dan ketepatan waktu pengiriman tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap total biaya (Wirdianto & Unbersa, 2008).
            Kenyataanya, pemilihan pemasok merupakan hal inti dari manajemen rantai pasok, sementara itu penilaian kinerja pasokan menjadi kegiatan utama seleksi pemasok. Beberapa hal yang menjadi kriteria dalam pemilihan pemasok diantaranya adalah konsistensi, keandalan, hubungan, fleksibilitas, harga, layanan, kemampuan teknologi, keuangan, dan pengiriman yang tepat waktu, dan lain-lain. Menurut Dickson (1966) kriteria pemilihan pemasok bisa sangat beragam. Dickson mengidentifikasikan kriteria tersebut kedalam 22 kriteria. Berikut ini Tabel 2.1 menunjukan kriteria yang telah diteliti dengan melakukan survey terhadap 170 manajer pembelian di Amerika Serikat , dengan menggunakan skala likert dengan nilai 4 yang berarti sangat penting. (Ahmad, Wahyani & Sastriadi, 2013).
Tabel 2.2 Kriteria Pemilihan Pemasok
Kriteria
Nilai
Kualitas
3.5
Pengiriman
3.4
Sejarah Kinerja
3.0
Jaminan dan Kebijakan Klain
2.8
Harga
2.8
Kemampuan Teknik
2.8
Keadaan Keuangan
2.5
Kepatuhan Prosedur
2.5
Sistem Komunikasi
2.5
Reputasi dan Posisi di Industri
2.4
Keinginan Berbisnis
2.4
Manajemen dan Organisasi
2.3
Pengendalian Operasi
2.2
Pelayanan Perbaikan
2.2
Sikap
2.1
Kesan
2.1
Pengemasan
2.0
Catatan Hubungan Kerja
2.0
Lokasi Geografis
1.9
Jumlah Bisnis Masa Lalu
1.6
Alat Bantu Pelatihan
1.5
Pengaturan Timbal Balik
0.6
Sumber: Ahmad, Wahyani & Sastriadi (2013)
           
I.          Klasifikasi Pemasok
            Terdapat dua faktor yang digunakan dalam merancang hubungan dengan pemasok. Pertama adalah tingkat kepentingan strategi barang yang dibeli bagi perusahaan atau rantai pasok. Logikanya semakin strategis posisi suatu barang bagi perusahaan, makin perlu untuk menciptakan hubungan yang dekat dan berorientasi jangka panjang dengan pemasok. Strategis tidaknya suatu barang dioengaruhi oleh beberapa hal seperti kontribusi barang tersebut terhadap kegiatan inti perusahaan, nilai pembelian dalam setahun, gambaran dari pemasok, dan risiko ketidaksediaan barang yang bersangkutan (Nasibu, 2009).
            Faktor yang kedua adalah tingkat kesulitan pengelolaan pembelian barang tersebut. Semakin tinggi tingkat kesulitannya, semakin banyak diperlukan intervensi dari manajemen. Secara umum tingkat kesulitan pembelian suatu barang ditentukan oleh beberapa hal seperti kompleksitas dan keunikan barang tersebut, kemampuan pemasok dalam memenuhi permintaan, dan ketidakpastian (ketersediaan, kualitas, harga, dan waktu pengiriman) (Nasibu, 2009).
            Berdasarkan kedua faktor tersebut, pemasok dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis pemasok. Hubungan yang bersifat jangka panjang dan membutuhkan investasi bersama dari pihak perusahaan amupun pemasok hanya mungkin dilakukan untuk critical strategic supplier. Investasi perusahaan untuk mengembangkan kemampuan pemasok yang masuk golongan critical strategic supplier perlu dilakukan sehingga mereka bisa memasok barang atau jasa dengan kualitas yang lebih baik dengan pengiriman yang tepat waktu. Investasi ini bisa dilakukan dalam bentuk bantuan teknis dan manajemen, inisiatif bersama untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi untuk melakukan cost reduction. Pemasok dalam kelompok ini, kriteia pemilihan dan penilaianya mestinya lebih ditekankan pada potensi kerja sama dan perbaikan jangka panjang. Bukan semata-mata pada kualitas, harga, dan ketepatan pengiriman yang dijanjikan. Berikut ini Tabel 2.2 klasifikasi pemasok (Khusairin & Munir, 2015).
Tabel 2.3 Klasifikasi Pemasok

Tingkat Kepentingan

Rendah
Tinggi
Tingkat Kesulitan
Tinggi
Bottleneck Supplier
·         Sulit mencari pengganti
·         Pasar monopoli
·         Pemasok baru sulit masuk
Critical Strategic Supplier
·         Penting/strategis
·         Pengganti sulit
Rendah
Non-Critical Supplier
·         Ketersediaan cukup
·         Barang-barang cukup standar
·         Pengganti dimungkinkan
·         Nilainya relatif rendah
Leverage Supplier
·         Ketersediaan cukup
·         Pengganti dimungkinkan
·         Spesifikasi standar
·         Nilainya relatif tinggi
Sumber: Khusairin & Munir (2015)        
Pemasok dengan kategori non-critical supplier, fokus manajemen hendaknya pada penyederhanaan proses pembelian dengan memberikan otoritas bagi tingkat manajemen yang lebih rendah untuk mengambil keputusan pembelian dan pengurangan proses-proses yang memakan waktu dan biaya. Karena barang-barang yang dipasok biasanya relatif standard an tidak bernilai strategis. Kriteria utama dalam keputusan pembelian adalah harga perunit (Khusairin & Munir, 2015).
            Perusahaan perlu menaruh perhatian yang signifikan terhadap bottleneck supplier, karena kalau tidak, ketidaktersediaan barang-barang yang mereka pasok sering menjadi penghambat. Biasanyan ketersediaan yang rendah diakibatkan tidak banyak pemasok yang memasok barang tersebut. Alasanya bisa karena secara alamiah barang atau jasa tersebut tidak mudah diperoleh atau karena tidak banyak nilai ekonomisnya bagi pemasok. Sehingga tidak banyak yang berminat untuk memproduksi atau memasok. Terhadap pemasok yang seperti ini perusahaan bisa meningkatkan standarisasi atau penyederhanaan spesifikasi barang atau jasa sehingga lebih mudah diperoleh (Khusairin & Munir, 2015).
            Pemasok yang termaksud kategori leverage supplier adalah yang relatif mudah dikelola karena banyak oemasok yang berkompeten, barang-barang yang dipasok bisa digantikan, dan ketersediaan cukup. Oleh karena itu biasanya perusahaan memiliki posisi tawar yang baik. Fokus manajemen mestinya adalah mempertahankan posisi tawar-menawar tersebut. Kasus-kasus tertentu mungkin perusahaan bisa merubah model hubungan kemitraan jangka panjang, namun hal itu perlu dilakukan kalau ada potensi perbaikan yang cukup signifikan. Berikut ini Tabel 2.3 fokus manajemen untuk tiap pemasok (Khusairin & Munir, 2015).
Tabel 2.4 Fokus Manajemen untuk Tiap Pemasok

Tingkat Kepentingan

Rendah
Tinggi
Tingkat Kesulitan
Tinggi
Bottleneck Supplier
·         Penyederhaan atau standarisasi barang
Critical Strategic Supplier
·         Strategi kerjasama, fokus ke keunggulan strategis
Rendah
Non-Critical Supplier
·         Simplifikasi proses, fokus ke harga perunit
Leverage Supplier
·         Peliharaan bargaining power terhadap pemasok
Sumber: Khusairin & Munir (2015)
J.         Metode Pemilihan Pemasok
Prinsipnya pemilihan pemasok dalam keadaan tertentu dapat dilakukan dengan melalui pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, penunjukan langsung, kartu pengadaan (procurement card), pengadaan secara elektronik (e-Procurement) atau melalui swakelola. Masing-masing metode tidak dapat dilakukan untuk sebarang jenis proyek, karena ada karakteristik yang membedakan satu metode dengan metode lain. Berikuyt penjelasan untuk masing-masing metode yang dapat dilakukan untuk pemilihan pemasok  (Yadrifil & Tri, 2013).
1.       Pelelangan Umum
      Pelelangan umum adalah pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara terbuka untuk umum, mengacu kepada prinsip dasar pengelolaan rantai suplai dengan diumumkan terlebih dahulu melalui papan pengumuman resmi kontraktor migas, media cetak dan apabila memungkinkan melalui media elektronik.

2.       Pelelangan Terbatas
      Pelelangan terbatas dilaksanakan dengan cara mengundang melalui pengumuman minimal 2 (dua) calon peserta yang memenuhi kriteria tertentu.
3.       Pemilihan Langsung
      Pemilihan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang dengan mengundang sekurang- kurangnya 3 (tiga) Penyedia Barang.
4.       Penunjukan Langsung
      Pengadaan secara penunjukan langsung dilaksanakan dengan cara menunjuk langsung kepada 1 (satu) Penyedia Barang.
5.       Procard
      Pengadaan dengan procurement card (procard) adalah pengadaan barang/jasa secara penunjukan langsung dengan menggunakan media procard sebagai sarana pembayaran tanpa harus menerbitkan surat perjanjian/ Kontrak, surat pesanan, atau purchase order (PO).
6.       Pengadaan Secara Elektronik
      Pengadaan secara elektronik (e-Procurement) merupakan pelaksanaan pengadaan barang/jasa dengan menggunakan jaringan elektronik (jaringan internet atau intranet) atau electronic data interchange (EDI).
7.       Swakelola
      Swakelola merupakan pekerjaan yang pelaksanaannya direncanakan, dikerjakan dengan menggunakan tenaga dan peralatan sendiri dan diawasi sendiri atau pelaksanaannya dikuasakan kepada pihak lain. Jenis-jenis pekerjaan yang dapat dilakukan secara swakelola oleh Kontraktor KKS sendiri, antara lain namun tidak terbatas pada pekerjaan penyelenggaraan pendidikan dan latihan, kursus, penataran, seminar, lokakarya.
           
K.        Penentuan Kriteria
            Identifikasi kriteria dalam pemilihan pemasok ini, berdasarkan dimensi kualitas menurut teori Garvin yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik mutu produk dan menurut teori Kotler untuk dimensi kualitas mutu pelayanan. Penjelasan untuk masing-masing kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut (Ngatawi & Setyaningsih, 2011).
1.      Pengiriman barang, adalah proses penyampaian barang dari produsen ke konsumen.
2.      Pelayanan, adalah usaha yang dilakukan pemasok dalam melayani kebutuhan konsumen.
3.      Produk, adalah hasil yang berwujud barang yang ditawarkan oleh pemasok.
4.      Kualitas pemasok, adalah kemampuan pemasok dalam menjaga reputasi dan konsistensi dalam bekerja sama dengan para konsumen. Hal ini bertujuan untuk mempermudah kelancaran produksi.
5.      Biaya, adalah uang yang dikeluarkan konsumen untuk memperoleh produk dari pemasok.

L.        Analytical Hierarchy Process (AHP)
            Pemilihan pemasok merupakan aktifitas yang kompleks, oleh karena itu dibutuhkan suatu metode yang tepat untuk menyekesaikannya. Salah satu merode yang dapat digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode AHP ini pertama kali diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tajun 1970. Metode AHP menggunakan pembobotan adiktif. Dikatakan adiktif karena operasi aritmatika untuk mendapatkan totalnya dilakukan dengan cara penjumlahan (Ngantawi & Setyaningsih, 2011).
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan metode yang digunakan untuk meranking alternatif keputusan dan memilih salah satu alternatif keputusan yang terbaik ketika pembuat keputusan memiliki berbagai kriteria. Dengan metode AHP pembuat keputusan dapat memilih alternatif yang terbaik yang sesuai dengan kriteria keputusannya, serta memberikan rangking untuk setiap alternatif kebutuhan berdasarkan kelayakan setiap alternatif yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan, dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian–bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut (Yadrifil & Tri, 2013).
Metode AHP memiliki tiga prinsip pokok yang harus diperhatikan yaitu, prinsip penyusunan hirarki, prinsip menentukan prioritas, dan prinsip konsistensi logis. Selain itu, metode AHP memiliki beberapa keuntungan dalam proses penyelesaian masalah kompleks, yaitu kesatuan, kompleksitas, saling ketergantungan, penyusunan hirarki, pengukuran, konsistensi, sistensi, tawar-menawar, pengulangan proses, penilaian dan konsensus (Wirdianto & Unbersa, 2008).
Apabila suatu permasalahan ingin diselesaikan dengan menggunakan metode AHP, permodelan tersebut perlu digambarkan kedalam tiga hirarki umum yaitu, tujuan, criteria, dan alternatif. Sebagai contoh, jika seorang manajer dihadapkan kedalam permasalahan untuk memilih armada logistik yang paling sesuai, permasalahan ini dapat dimodelkan seperti Gambar 2.2 berikut (Ahmad, Wahyani & Sastriadi, 2013).
Gambar 2.4 Struktur dan Hirarki Elemen Keputusan
Sumber: Ahmad, Wahyani & Sastriadi (2013)
Konsep dari AHP adalah penggunaan pairwise comparison matrix atau matriks perbandingan berpasangan untuk menghasilkan bobot relatif antar kriteria maupun alternatif. Suatu kriteria akan dibandingkan dengan kriteria lainya dalam hal seberapa penting terhadap pencapaian tujuan. Sebagai contoh, kriteria spesifikasi dibandingkan dengan kriteria biaya dibandingkan untuk menilai seberapa pentingnya untuk penilaian pemilihan armada transportasi. Begitu juga dengan alternative, kendaraan A, B, dan C akan dibandingkan secara berpasangan (dan akan dibentuk matriks) dalam hal sub-kriteria biaya pemeliharaan misalnya. Nilai-nilai yang disarankan untuk membuat matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini (Ahmad, Wahyani & Sastriadi, 2013).
Tabel 2.4 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Intensitas Kepentingan
Keterangan
1
Kedua elemen sama penting
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding elemen lainnya
5
Elemen yang satu lebih penting dibanding elemen lainnya
7
Elemen yang satu lebih mutlak penting dibanding elemen lainnya
9
Elemen yang satu mutlak penting dibanding elemen lainnya
2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua pertimbangan nilai yang berdekatan
Kebalikan
Jika untuk aktivitas i mendapatkan satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan dibanding i
Sumber: Ahmad, Wahyani & Sastriadi (2013)
                AHP sebagai sebuah metode dalam menyelesaikan permasalahan pengambilan keputusan memiliki kelebihan tersendiri. Kelebihan AHP yaitu dapat memberikan kerangka yang komprehensif dan rasional dalam menstukturkan permasalahan pengambilan keputusan. AHP merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan masalah Multi Criteria Decision Making (MCDM). Terdapat tiga prinsip dalam pemecahan masalah dalam AHP, yaitu decomposition, comparative judgement, dan logical comcistency (Laksana & Zarkasy, 2015).

M.       Kelebihan AHP
            Analytical Hierarchy Process (AHP) sebagai sebuah metode pengambilan keputusan memiliki beberapa kelebihan. AHP banyak digunakan untuk pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam hal perencanaan, penentuan alternatif, penyusunan prioritas, pemilihan kebijakan, alokasi sumber daya, penentuan kebutuhan, peramalan hasil, perencanaan hasil, perencanaan system, pengukuran performansi, optimasi, dan pemecahan konflik. Kelebihan AHP dalam pemecahan permsasalahan dan pengambilan keputusan adalah sebagai berikut (Rahmayanti, 2010).
1.      Kesatuan
AHP member satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur.
2.      Kompleksitas
AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan system dalam memecahlan persoalan kompleks.
3.      Saling ketergantungan
AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu system dan tidak memaksakan pemikiran linier.
4.      Penyusunan hirarki
AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah elemen-elemen suatu system dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsure yang serupa dalam setiap tingkat.
5.      Pengukuran
AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan wujud suatu model untuk menetapkan prioritas
6.      Tawar-menawar
AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai factor system dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
7.      Penilaian dan konsesus
AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensistensis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda.
8.      Pengulangan proses
AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.
9.      Sistensis
AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

N.        Kekurangan AHP 
            Penerapan AHP juga memiliki kesulitan tersendiri, apabila kesulitan tersebut tidak dapat diatasi, maka akan menjadi kelemahan untuk metode AHP. Beberapa kelemahan metode AHP yang mungkin terjadi dalam proses pengambilan keputusan (Rahmayanti, 2010).
1.      AHP tidak dapat diterapkan pada suatu perbedaan sudut pandang yang sangat tajam atau ekstrim di kalangan responden.
2.      Metode ini mensyaratkan ketergantugan pada sekelompok ahli sesuai dengan jenis spesialisasi terkait dalam pengambilan keputusan.
3.      Responden yang dilibatkan harus memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang permasalahan serta metode AHP.

O.        Prinsip Pokok AHP
Metode AHP merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan masalah Multi Criteria Decision Making (MCDM). Terdapat empat prinsip dalam pemecahan masalah dalam AHP, yaitu decomposition, comparative judgement, synthesis of priority dan logical comcistency (Subakti, 2002).
1.      Deconposition
Setelah persoalan didefinisikan, tahapn yang perlu dilakukan adalah decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didaptkan beberapa tingkatan persoalan tadi. Karena alasan ini maka proses analisis ini dinamakan hirarki. Ada dua jenis hirarki yaitu lengkap dan tidak lengkap. Disebut hirarki lengkap jika semua elemen ada pada tingkat berikutnya, jika tidak demikian, hirarki yang terbentuk dinamakan tidak lengkap.
2.      Comparative Judgement
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan kriteria diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritas dari elemen-elemen yangada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
3.      Synthesis of Priority
Dari setiap matrik perbandingan berpasangan kemudian dicari eigen vector dari setiap matrik perbandingan berpasangan untuk mendapatkan prioritas lokal. Karena matrik perbandingan berpsangan terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sistesis berbeda-beda menurut hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sistesis dinamakan seting prioritas. Prioritas global adalah prioritas atau bobot subkriteria maupun alternatif terhadap tujuan hirarki secara keseluruhan atau level tertinggi dalam hirarki. Cara mendapatkan prioritas global ini dengan cara mengalikan prioritas lokal subkriteria maupun alternatif dengan prioritas dari kriteria level diatasnya (Fatmawati, 2007).
4.      Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua arti, yang pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
            Dalam menggunakan keempat prinsip tersebut, AHP menyatukan dua aspek pengambilan keputusan yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif AHP mendefinisikan permasalahan dan penilaian untuk mendapatkan solusi permasalahan. Sedangkan secara kuantitatif AHP melakukan perbandingan secara numerik dan penilaian untuk mendapatkan solusi permasalahan (Subakti, 2002).

P.         Langkah-langkah Metode AHP
Proses penyelesaian dengan menggunakan metode AHP memiliki beberapa langkah penyelesaian. Terdapat sembilan langkah penyelesaian dengan menggunakan metode AHP, berikut adalah penjelasan langkah-langkah metode AHP (Purnomo, 2007).
1.      Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
      Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail dan mudah di pahami. Dari masalah yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok.
2.      Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama.
      Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternative tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan  subkriteria (jika mungkin diperlukan).
3.      Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan dipilih semua kriteria dari level paling atas hirarki misalnya K dan kemudian dari level dibawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya E1, E2, E3, E4, E5.
4.      Melakukan mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen yang dibandingkan.
5.      Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.
6.      Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7.      Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan
      Perhitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan niali setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata
8.      Memeriksa konsistensi hirarki
      Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna,  rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10%.
9.      Melakukan Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas pada AHP dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi perubahan yang cukup besar,  misalnya terjadi perubahan bobot prioritas atau urutan prioritas dan kriteria karena adanya perubahan kebijaksanaan sehingga muncul usulan pertanyaan bagaiman urutan prioritas alternatif yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Apabila dikaitkan dengan suatu periode waktu maka dapat dikatakan bahwa analisis sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki. Artinya penilaian yang dilakukan pertama kali dipertahankan untuk suatu jangka waktu  tertentu dan adanya perubahan kebijaksanaan atau tindakan yang berbeda, cukup dilakukan dengan analisis sensitivitas untuk melihat efek yang terjadi.

Q.        Penelitian Pemilihan Pemasok Terdahulu
          Yadrifil dan ahmad Tri Sarifudin (2013), melakukan penelitian mengenai Penelitian Kriteria Dalam Pemilihan Supplier Pada Kontraktor Migas Menggunakan Analytic Hierarchy Process. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan perhitungan pembobotan untuk kriteria yang digunakan yaitu terdiri dari 9 kriteria dan 34 sub-kriteria. Terdapat 3 kriteria dengan bobot tertinggi yaitu K3LL, kualitas, dan teknis dengan jumlah bobot lebih dari 50% bobot total penilaian. Kriteria K3LL menempati kriteria dengan bobot tertinggi. Kriteria ini mencangkup mematuhi peraturan K3LL yang berlaku, memiliki sertifikasi K3LL, dan memiliki SOP K3LL. 
            Sambas Sundana dan Yossy Yulia Sari (2012) melakukan penelitian mengenai Pemilihan Supplier Pada Komponen Lamp Cord Assy Untuk Spedometer Honda Blade Di PT. Indonesia Nippon Seiki. Data untuk mendukung penggunaan metode AHP diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden terkait. Penelitian ini dibantu dengan software expert choise 2000. Dari hasil penilaian tingkat kepentingan kriteria dalam pemilihan supplier menghasilkan skala prioritas sebagai berikut, Quality (0,214), Cost (0,290), Delivery (0,212), Management (0,097), Environment (0,188). Dari hasil penilaian tingkat kepentingan alternatif dalam pemilihan supplier menghasilkan skala prioritas sebagai berikut, prioritas I supplier PT.CMW (0,359), prioritas II supplier PT.EWD (0,337), prioritas III supplier PT.DEM (0,304). Berdasarkan hasil analisis diatas, jika perusahaan akan mengadakan hubungan kemitraan dengan supplier, perusahaan diutamakan untuk memilih supplier PT.CMW sebagai supplier lamp cord assy new project speedometer Honda Blade karena PT.CMW merupakan supplier yang memiliki nilai keseluruhan paling tinggi.
            Ngatawi dan Ira Setyaningsih (2011) melakukan penelitian mengenai Analisis Pemilihan Supplier Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner perbandingan berpasangan  kepada manajer administrasi dan umum. Terdapat lima kriteria yang digunakan yaitu, pengiriman, pelayanan, produk, kualitas, dan biaya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui pemasok A terpilih sebagai pemasok utama dengan bobot 0.240, sedangkan  pemasok B memiliki nilai bobot sebesar 0.237, pemasok C memiliki nilai bobot sebesar 0.162, pemasok E memiliki nilai bobot sebesar 0.131, pemasok F memiliki nilai bobot sebesar 0.128, dan pemasok D memiliki nilai bobot sebesar 0.102.
            Eri Wirdianto dan Elpira Unbersa (2008) melakukan penelitian mengenai Aplikasi Metode Analytical Hierarchy Process Dalam Menentukan Kriteria Penilaian Supplier. Penelitian yang dilakukan terfokus untuk mendapatkan kriteria yang menambah current value bukan future value, sehingga didapat enam kriteria yang digunakan yaitu kondisi perusahaan, kelengkapan dokumen, harga, pengiriman, kualitas, dan pelayanan. Pemasok pada penelitian ini dikelompokkan kedalam beberapa klasifikasi, yaitu critical strategy suppliers, leverage suppliers, non critical suppliers, dan bottleneck suppliers. Pembagian klasifikasi pemasok ini ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan barang dan tingkat kesulitan mendapatkan barang tersebut. Tingkat kepentingan barang berdasarkan oleh pemakaian barang, sedangkan tingkat kesulitan mendapatkan barang ditentukan berdasarkan lead time pengadaan barang. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka kriteria yang menjadi prioritas utama pada  critical strategy suppliers adalah kualitas dengan bobot 0.331, klasifikasi leverage suppliers menghasilkan kriteria kualitas sebagai prioritas utamanya dengan bobot tertinggi sebesar 0.310, pada non critical suppliers kriteria dengan bobot tertinggi yaitu harga dengan bobot 0.362, dan pada bottleneck suppliers  menghasilkan kriteria pengiriman sebagai kriteria utama dengan nilai bobot tertinggi sebesar 0.350.
            Nofan, Widhy, dan Achmad (2013) melakukan penelitian mengenai Analytical Hierarchy Process (AHP) Sebagai Dasar Pemilihan Pemasok (Supplier) Dalam Penentuan Anggaran Pembiayaan Bahan Baku di CV. Karya Bahari Surabaya. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas, harga, pengiriman, R&D, dan respon. Bahan baku yang diamati adalah lembaran kulit, lembaran kain, lembaran karton, lembaran spon, dan plat besi. Berdasarkan perhitungan pembobotan untuk bahan baku lembaran kulit didapat bahwa pemasok Jaya Abadi terpilih sebagai pemasok utama, bahan baku lembaran kain terpilih pemasok Sumber Tekstil, bahan baku lembaran karton terpilih pemasok Tiga Saudara, bahan baku  lembaran spon terpilih pemasok Kramat Gantung, dan bahan baku plat besi terpilih pemasok Warsito Bengkel sebagai pemasok utama.

Daftar pustaka:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135510-T%2023278%20Kajian%20penerapan-Literatur.pdf

Ahmad, Nofan Hadi, Wahyani Widhy, dan Sastriadi Achmad Saifullah. 2013. Analytical Hierarchy Process (AHP) Sebagai Dasar Pemilihan Pemasok (Supplier) dan Penentuan Anggaran Pembiayaan Bahan Baku di CV. Karya Bahari Surabaya. Jurnal Teknik Industri. Vol. 10 Hal. 4-12.

Fatmawati, Madelina Shinta. 2007. Penggunaan Metode AHP dalam Mengolah Kualitas Jasa Lembaga Amil Zakat di Surakart. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Haming, Murdifin dan Nurnajamuddin Mahfud. 2012. Manajemen Produksi Modern, Operasi Manufaktur dan Jasa. Jakarta: Bumi Aksara.

Indrajit, Richardus Eko dan Richardus Djokopranoto. 2002. Konsep Supply Chain, Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta: PT Gramedia Indonesia.

Khusairin, Achmad dan Munir Misbach. 2015. Analisa Kriteria Terhadap Pemilihan Supplier Bahan Baku Dengan Pendekatan Analytical Hierarchy Process(AHP). Jurnal Teknik Industri Universitasd Yudharta Pasurusan. Vol 2 No.1 Hal. 37-53.

Laksana, Tri Ginanjar dan Zarkasy Ma’mun Efendy. 2015. Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Supplier Pemilihan Bibit Ayam Broiler Menggunakan Metode AHP. Jurnal Manajemen Informatika STMIK-IKMI. Vol. 13 No. 1 Hal. 38-52.

Nasibu, Iskandar. 2009. Penerapan Metode AHP Dalam Sitem Pendukung Keputusan Penempatan Karyawan Menggunakan Aplikasi Expert Choice. Jurnal Pelangi Ilmu. Vol 2 No. 5.

 Ngatawi dan Setyaningsih Ira. 2011. Analisis Pemilihan Supplier Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Jurnal Teknik Industri. Vol. 10 No. 1 Hal. 7-13.

Pujawan, I Nyoman dan Mahendrawathi ER. 2010. Supply Chain Management. Surabaya: Institur Teknologi Sepuluh November.

Purnomo, A. 2007, Perencanaa Kebutuhan Bahan Baku dan Penetapan Prioritas Pemasok di PT. Surya Mas Abadi. Bandung: Jurnal Teknik Industri UNPAS Vol.9, No. 3

Rahmayanti, Reny. 2010. Analisis Pemilihan Supplier Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Subakti, Irfan. 2002. Sistem Pendukung Keputusan. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Sundana, Sambas dan Sari Yossy Yulia. 2012. Pemilihan Supplier Pada Komponen Lamp Cord Assy Untuk Spedometer Honda Blade Di PT. Indonesia Nippon Seiki. Jurnal Teknik Industri Universitas Muhamadiyah Jakarta

Wirdianto, dan Eri Unbersa Elpira. 2008. Aplikasi Metode Analytical Hierarchy Process dalam Menentukan Kriteria Pemilihan Supplier. Jurnal Teknik Industri. Vol. 2 Hal. 6-13.

Yadrifil, dan Tri Ahmad Sarrifudin. 2013. Penentuan Kriteria dalam Pemilihan Supplier pada Kontraktor Migas Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process. Jurnal Teknik Industri Universitas Indonesia.