SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
(MANAJEMEN RANTAI PASOK)
A. Rantai Pasok
Rantai pasokan merupakan jaringan perusahaan-perusahaan
yang saling bekerja sama dalam menciptakan suatu produk kepada pemakai,
perusahaan tersebut adalah pemasok,
pabrik, distributor, toko, ataupun perusahaan pendukung lainnya seperti
perusahaan penyedia jasa logistik (Pujawan, 2005).
Konsep rantai pasokan merupakan konsep lanjutan dari
konsep logistik. Perbedaan antara konsep rantai pasokan dan konsep logistik
adalah konsep logistik lebih terfokus
terhadap pengaturan aliran logistik yang terjadi dalam sebuah
perusahaan, sedangkan konsep rantai pasok memandang bahwa integrasi logistik
dalam sebuah perusahaan tidak cukup, integrasi harus tarjalin dari hulu ke
hilir.
Supply chain adalah jaringan
perusahaan-perusahaan yang secara serentak bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan
tersebut biasanya adalah pemasok, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta
perusahaan pendukung seperti perusahaan logistik. Terdapat tiga macam aliran
yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu ke
hilir. Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hulu ke hilir
atau sebaliknya. Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke
hilir maupun sebaliknya (Indrajit, 2002).
B. Manajemen Rantai Pasokan (SCM)
Jika rantai pasokan adalah jaringan fisiknya, yaitu
perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun
mengirimkannya ke pemakai akhir, SCM adalah metode, alat, atau pendekatan
pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa SCM menghendaki pendekatan yang
saling terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi (pujawan, 2005). Supply chain Management (SCM) pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan
Weber pada tahun 1982. Supply chain
management merupakan metode, alat, atau pendekatan pengelolaan dari
perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pembuatan sebuah produk. SCM tidak
hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga
urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan partner (Indrajit, 2002).
Supply chain management atau
bisa disebut dengan manajemen rantai pasok merupakan proses perencanaan,
penerapan, dan pengendalian operasi dari rantai pasokan dengan tujuan untuk
mencukupi kebutuhan pelanggan seefisien mungkin. Supply chain management
mencangkup semua pergerakan dari gudang penyimpanan bahan baku, persediaan
bahan dalam pengolahan, dan barang jadi, sejak dari titik produksi hingga ke
titik konsumsi (Haming & Nurnajamuddin, 2012).
Konsep supply
chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama
melihat logistik lebih sebagai persoalan internal masingmasing perusahaan dalam
mengelola material dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara
internal di masing-masing perusahaan. Dalam konsep baru, masalah logistik
dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sejak dari bahan dasar
sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai
penyediaan barang. Perbedaan karakteristik antara pengadaan yang dikelola
secara tradisional dengan supply chain dapat dilihat pada Tabel 2.1. seperti
berikut (LIB UI, 2008) .
Tabel 2.1. Perbedaan karakteristik
antara pengadaan secara tradisional dengan supply chain (Cooper dan Ellram
1993)
Elemen
|
Manajemen Logistik
Tradisional
|
Supply Chain
Management
|
Pengelolaan Inventory
|
Dilakukan oleh
bagian logistik perusahaan
|
Dilakukan secara
bersama-sama pada semua rantai pengadaan
|
Pendekatan Biaya
Keseluruhan
|
Meminimalkan
biaya perusahaan
|
Efisiensi pada
seluruh rantai pengadaan
|
Jangka Waktu
|
Jangka pendek
|
Jangka panjang
|
Pembagian dan Monitoring SejumlahI informasi
|
Dibatasi oleh
kebutuhan transaksi sesaat
|
Sesuai kebutuhan
proses perencanaan dan monitoring
|
Koordinasi pada
Semua Tingkat Saluran
|
Kontrak tunggal
untuk transaksi antara pasangan saluran
|
Multi kontak
diantara tingkatan pada perusahaan dan saluran rantai pengadaan
|
Perencanaan
Bersama
|
Berdasarkan
transaksi
|
Berkelanjutan
|
C. Konsep Manajemen Rantai Pasokan (SCM)
Konsep supply chain
management (SCM) bermula dari sistem pengadaan yang dilakukan oleh Toyota untuk
mengkoordinasikan sistem pengadaan dan pengelolaan supplier Toyota. Konsep
dasar dari SCM terdiri dari beberapa perangkat seperti Just In Time delivery (JIT) dan manajemen logistik. Sistem ini
bertujuan mengatur pengadaan material yang dibutuhkan sesuai dengan
spesifikasi, dalam jumlah yang seminimal mungkin dan dalam waktu yang tepat.
Tujuan yang hendak dicapai adalah mengurangi inventory secara drastis dan
mengatur secara efektif hubungan komunikasi antara supplier dengan jadwal produksi perusahaan. Supply chain pada hakekatnya merupakan jaringan organisasi yang
menyangkut hubungan ke hulu (upstream)
dan ke hilir (downstream), dalam
proses dan kegiatan yang berbeda yang menghasilkan nilai yang terwujud dalam
barang dan jasa ditangan pelanggan terakhir (ultimate customer). Strategi manajemen supply chain dilakukan dengan memecah perbatasan-perbatasan antar
perusahaan yang secara tradisional memisah-misahkan pelaku pengadaan barang
atau jasa, yang mengakibatkan terpecahnya daya kemampuan mereka (LIB UI, 2008).
Information flow (orders, schedules, forecasts, etc)
Suppliers Manufacturers Assemblers Retailers
Customer
Materials Parts Manufacture
Product Assembly Sales Consumption
Material Flows (supplies, production, deliveries, etc)
Gambar 2.1 Konfigurasi Umum Supply Chain pada Perusahaan Manufaktur
D. Metodologi Supply Chain
Metodologi supply chain
management mengandung kemiripan dengan Lingkaran Deming seperti terlihat pada
Gambar 2.2. Pada umumnya metodologi SCM terdiri dari empat elemen utama, yaitu (LIB UI, 2008):
1.
Penilaian Supply Chain:
Penilaian dilakukan pada proses pengadaan yang sedang
berlangsung untuk mendeteksi masalah dan pemborosan yang terjadi dan mencoba
menemukan akar penyebabnya. Setelah masalah tersebut dimengerti, langkah kedua
dilakukan.
Gambar 2.2 Metodologi Umum SCM Dibandingkan
dengan Lingkaran Deming
2.
Merancang ulang Supply Chain:
Mengenalkan keputusan struktural terhadap masalah yang
terjadi dengan cara mendistribusikan ulang peraturan-peraturan, tugas dan
tanggung jawab di antara key person dalam supply chain, dan me-review prosedur.
3.
Mengendalikan Supply Chain:
Bagian terpenting dari pengendalian adalah membangun
mekanisme monitoring untuk menilai bagaimana supply chain dilaksanakan dengan baik. Monitoring tersebut melalui
suatu sistem yang dapat mengukur dan memperkirakan pemborosan dalam proses supply chain, feedback untuk mendiskusikan dan mengevaluasi masalah yang terjadi.
4.
Meningkatkan secara
terus-menerus Supply Chain:
Mengidentifikasi peluang-peluang baru, dan menemukan
inisiatif baru untuk mengembangkan dan mengevaluasi supply chain dalam
organisasi yang terintegrasi.
Penerapan metodologi supply
chain akan menghasilkan beberapa keuntungan sebagai berikut:
1.
Mengurangi persediaan barang,
sehingga bisa mengurangi biaya inventory, biaya penyimpanan dan biaya kerusakan
dan kehilangan akibat penyimpanan.
2.
Menjamin kelancaran penyediaan
barang, karena kerjasama yang dilakukan antara pihak perusahaan jasa konstruksi
dengan vendor.
3.
Menjamin mutu material yang
disupplai sesuai dengan kondisi yang diinginkan, dan harga yang lebih
kompetitif.
D. Strategi Supply Chain
Salah satu faktor
kunci untuk mengoptimalkan supply chain adalah dengan menciptakan alur
informasi yang bergerak secara mudah dan akurat di antara jaringan atau mata
rantai tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan effisien yang
menghasilkan kepuasan maksimal pada para pengguna akhir. Perkembangan terakhir
dari konsep yang digunakan dan dikembangkan untuk meningkatkan efiensi dan
efektifitas pergerakan barang atau material adalah sebagai berikut (LIB UI, 2008) :
1.
Mengurangi jumlah supplier, hal
ini dilakukan untuk mengurangi ketidak seragaman, biaya-biaya negosiasi, dan
pelacakan (tracking). Konsep ini
adalah awal kecenderungan dari konsep multiple supplier ke single supplier.
2.
Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance. Konsep ini
menganggap bahwa hanya dengan supplier
partnership, key supplier untuk material tertentu merupakan strategic
sources yang dapat diandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan material
dalam supply chain.
Hal-hal di atas tentunya didasari oleh keputusan-keputusan
manajemen. Berikut merupakan 3 hal keputusan manajemen rantai pasok (LIB UI, 2008):
1.
Tingkat strategis, yakni suatu
keputusan jangka panjang yang berkaitan dengan lokasi (keadaan geogafis
lokasi), produksi (menentukan produk apa yang dibuat, dimana pembuatannya,
pemasok mana yang dipakai, dari pabrik mana distribusi dipasok), persediaan (cara
mengatur persediaan seluruh rntai pasokan), dan transportasi (mode
transportasi).
2.
Tingkat taktis, yakni suatu
keputusan jangka menengah yang perkiraan besarnya kebutuhan bulanan, mingguan,
pembuatan MRP, rencana distribusi dan tranportasi, serta rencana produksi.
3.
Tingkat operasional, yakni
suatu keputusan mengenai aktifitas operasional dari sehari-hari.
E. Tujuan Strategi Supply Chain
Strategi tidak dapat dilepaskan dari tujuan jangka
panjang. Tujuan inilah yang diharapkan akan tercapai. Keputusan jangka pendek
dan dilingkungan lokal mestinya harus mendukung organisasi atau supply chain kearah tujuan-tujuan
strategis tersebut. Tujuan-tujuan strategis tersebut perlu dicapai untuk
membuat supply chain menang atau
setidaknya bertahan dalam persaingan pasar. Agar perusahaan menang dalam
persaingan pasar, maka produk yang diciptakan haruslah murah, berkualitas,
tepat waktu, dan bervariasi (Indrajit, 2002).
Keempat
tujuan strategis tersebut sangat penting bagi konsumen. Namun perlu disadari
tingkat kepentingan untuk tujuan diatas berbeda-beda untuk setiap jenis produk
dan segmen pasar. Terdapat pelanggan yang mengutamakan harga yang murah dalam
membeli produk, sedangkan pelanggan lain memilih kulaitas sebagai acuan dasar
dalam memilih produk. Dalam pencapaian tujuan tersebut maka supply chain harus bisa menerjemahkan
tujuan-tujuan di atas kedalam kemampuan sumber daya yang dimiliki. Dalam
konteks operasi supply chain,
tujuan-tujuan di atas bisa dicapai apabila memiliki kemampuan untuk beroperasi
secara efisien, menciptakan kualitas, cepat, fleksibel, serta inovatif
(Indrajit, 2002).
Masing-masing aspirasi
pelanggan tersebut bisa didukung oleh satu atau beberapa kemampuan strategis
suatu supply chain. Misalnya aspirasi
untuk mendapatkan produk uang murah tidak hanya didukung oleh kemampuan supply chain untuk beroperasi secara
efisien, tetapi juga kemampuan untuk menciptakan kualitas. Dalam konteks
operasi, kemampuan menciptakan kualitas tidak selalu diasosiasikan dengan
produk, tetapi juga dengan proses. Filosofi manajemen kualitas right the first time and energy time
misalnya mengindikasi bahwa manajemen kualitas juga berperan dalam mengurangi
jumlah produk yang rusak atau yang harus dikerjakan ulang. Kesalahan proses
yang mengakibatkan barang cacat tentu mengakibatkan waktu produksi yang lebih
lama sehingga mengurangi kemampuan supply
chain untuk menyediakan produk tepat waktu. Gambar 2.1 menunjukan hubungan
antara empat aspirasi pelanggan dengan lima kemampuan strategis yang harus
dimiliki oleh supply chain (Pujawan,
2010).
Gambar 2.3 Aspirasi
Pelanggan dan Kemampuan Strategi Supply
Chain
Sumber: Pujawan
(2010)
F. Manajemen Pengadaan
Manajemen pengadaan adalah salah satu komponen
utama dari rantai pasok. Tugas dari manajemen pengadaan adalah menyediakan
inputan yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi maupun kegiatan lainnya dalam
perusahaan. Selain itu manajemen pengadaan juga bertugas untuk menyediakan jasa
angkutan, pergudangan, transportasi, dan lainya. Bagian lain pada rantai pasok,
manajemen pengadaan memiliki tugas lain. Seperti pada ritel, bagian pengadaan
bertugas untuk mendapatkan barang-barang atau merchandise maupun jasa yang nantinya akan mereka jual (Haming
& Nurnajamuddin, 2012).
Bagian pengadaan memiliki beberapa
tugas lain, selain yang telah disebutkan diatas. Salah satu tugas penting pada
bagian pengadaan adalah melakukan pembelian barang maupun jasa. Proses
pembelian haruslah mendapatkan jasa dan produk yang berkualitas, dengan harga
murah, dan terkirim tepat waktu. Secara spesifik manajemen pengadaan memiliki
beberapa tugas penting yang harus dilakukan, yaitu merancang hubungan yang
tepat dengan pemasok, memilih pemasok, memilih dan mengimplementasikan
teknologi yang cocok, memelihara data item dan data pemasok yang dibutuhkan,
melakukan proses pembelian, serta mengevaluasi kinerja pemasok (Haming &
Nurnajamuddin, 2012).
Merancang
hubungan yang tepat dengan pemasok bisa bersifat kemitraan jangka panjang
maupun pendek. Model hubungan mana yang tepat tentunya bergantung pada banyak
hal. Bagian pengadaanlah yang memiliki tugas untuk merancang relationship portofolio untuk semua
pemasok. Selain itu bagian pengadaan juga perlu menentapkan jumlah pemasok
untuk masing-masing item. Tugas selanjutnya dari bagian pengadaan adalah
memilih pemasok. Memilih pemasok bisa memakan waktu dan sumber daya yang tidak
sedikit apabila pemasok yang dimaksud adalah pemasok kunci. Kesulitan akan
lebih tinggi jika pemasok kunci berada di mancanegara (Pujawan, 2010).
Tugas
selanjutnya adalah memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok.
Kegiatan pengadaan memerlukan teknologi yang cocok untuk menunjang kegiatan
pengadaan barang maupun jasa. Teknologi tradisional dan umum digunakan adalah
telepon dan fax. Namun sejak berkembangnya teknologi, munculah internet yang
dapat menunjang bagian pengadaan. Seperti sekarang ini muncul teknologi electronic procurement atau e-procurement yaitu aplikasi internet
untuk bagian pengadaan. E-procurement bisa
membantu bagian pengadaan untuk mengakses data pemasok dan barang yang dipasok
serta membantu memilih pemasok melalui prose e-auction dan e-bidding (Pujawan,
2010).
Memelihara
data item dan data pemasok yang dibutuhkan berisi data nama dan alamat
masing-masing pemasok, item yang mereka pasok, harga perunit, lead time pengiriman, kinerja masa lalu,
serta kualifikasi pemasok. Tugas selanjutnya adalah melakukan pembelian. Proses
pembelian bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pembelian rutin maupun
pembelian dengan melalui tender. Tugas bagian pengadaan yang terakhir adalah
mengevaluasi kinerja pemasok. Penilaian kinerja pemasok juga merupakan
pekerjaan yang penting untuk menciptakan daya saing yang berkelanjutan. Hasil
penilaian ini digunakan untuk masukan bagi pemasok untuk meningkatkan kinerja
mereka (Pujawan, 2010).
G. Pengadaan Barang
Menurut Leenders (1997) mengartikan purchasing sebagai proses pembelian, pencarian kebutuhan, pemilihan
pemasok, negosiasi harga, dan controlling
untuk kepastian pengantaran. Kegiatan pembelian bahan baku memiliki potensi
untuk memainkan peranan penting dalam mengembangkan efisiensi pada perusahaan
agar perusahaan dapat lebih kompetitif (Yadrifil
& Tri, 2013).
Departemen pengadaan atau purchasing merupakan bagian yang sangat penting dari perusahaan
yang harus mematuhi kebijakan dasar manajemen. Dalam melaksanakan tugasnya
departemen pengadaan/purchasing harus
dapat memberikan kontribusi yang optimum kepada manajemen perusahaan sebagai
bagian penting dalam sebuah organisasi yang memainkan peranan penting dalam
upaya mencapai target profit yang ditetapkan manajemen (Yadrifil & Tri, 2013).
Lingkup kegiatan pengadaan barang
meliputi penyusunan rencana pengadaan, pemilihan pemasok, pengadministrasian
Kontrak, pembinaan pemasok dan
penyelesaian perselisihan. Pengadaan barang meliputi pengadaan barang untuk
kepentingan pengisian persediaan (inventory)
di gudang atau untuk dipergunakan secara langsung dalam kegiatan operasional
atau proyek atau membeli peralatan (equipment).
Pengadaan barang dapat dilakukan dengan cara
(Yadrifil & Tri, 2013).
a.
Membeli
barang atau peralatan hasil produksi masal (mass
product) kepada pabrikan atau kepada pedagang; atau
b.
Membeli
barang pesanan kepada bengkel (workshop) atau
pabrikator barang atau peralatan yang harus dibuat/ dipabrikasi terlebih dahulu
dengan desain tertentu (tailor made).
H. Penilaian Pemasok
Melakukan
penilaian pemasok merupakan pekerjaan untuk bagian pengadaan. Kegiatan memilih
pemasok membutuhkan waktu yang cukup lama dan membutuhkan sumber daya yang
tidak sedikit apabila pemasok yang dimaksud adalah pemasok penting. Setiap
perusahaan memiliki kriteria dalam memilih pemasok, tergantung dari tujuan yang
ingin dicapai. Sebagian perusahaan
memilih pemasok berdasarkan harga, kualitas, dan ketepatan waktu pengiriman
tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap total biaya (Wirdianto & Unbersa,
2008).
Kenyataanya,
pemilihan pemasok merupakan hal inti dari manajemen rantai pasok, sementara itu
penilaian kinerja pasokan menjadi kegiatan utama seleksi pemasok. Beberapa hal
yang menjadi kriteria dalam pemilihan pemasok diantaranya adalah konsistensi,
keandalan, hubungan, fleksibilitas, harga, layanan, kemampuan teknologi,
keuangan, dan pengiriman yang tepat waktu, dan lain-lain. Menurut Dickson
(1966) kriteria pemilihan pemasok bisa sangat beragam. Dickson
mengidentifikasikan kriteria tersebut kedalam 22 kriteria. Berikut ini Tabel
2.1 menunjukan kriteria yang telah diteliti dengan melakukan survey terhadap
170 manajer pembelian di Amerika Serikat , dengan menggunakan skala likert
dengan nilai 4 yang berarti sangat penting. (Ahmad, Wahyani & Sastriadi,
2013).
Tabel 2.2 Kriteria Pemilihan Pemasok
Kriteria
|
Nilai
|
Kualitas
|
3.5
|
Pengiriman
|
3.4
|
Sejarah Kinerja
|
3.0
|
Jaminan dan Kebijakan Klain
|
2.8
|
Harga
|
2.8
|
Kemampuan Teknik
|
2.8
|
Keadaan Keuangan
|
2.5
|
Kepatuhan Prosedur
|
2.5
|
Sistem Komunikasi
|
2.5
|
Reputasi dan Posisi di Industri
|
2.4
|
Keinginan Berbisnis
|
2.4
|
Manajemen dan Organisasi
|
2.3
|
Pengendalian Operasi
|
2.2
|
Pelayanan Perbaikan
|
2.2
|
Sikap
|
2.1
|
Kesan
|
2.1
|
Pengemasan
|
2.0
|
Catatan Hubungan Kerja
|
2.0
|
Lokasi Geografis
|
1.9
|
Jumlah Bisnis Masa Lalu
|
1.6
|
Alat Bantu Pelatihan
|
1.5
|
Pengaturan Timbal Balik
|
0.6
|
Sumber: Ahmad, Wahyani &
Sastriadi (2013)
I. Klasifikasi Pemasok
Terdapat dua faktor yang
digunakan dalam merancang hubungan dengan pemasok. Pertama adalah tingkat
kepentingan strategi barang yang dibeli bagi perusahaan atau rantai pasok.
Logikanya semakin strategis posisi suatu barang bagi perusahaan, makin perlu
untuk menciptakan hubungan yang dekat dan berorientasi jangka panjang dengan
pemasok. Strategis tidaknya suatu barang dioengaruhi oleh beberapa hal seperti
kontribusi barang tersebut terhadap kegiatan inti perusahaan, nilai pembelian
dalam setahun, gambaran dari pemasok, dan risiko ketidaksediaan barang yang
bersangkutan (Nasibu, 2009).
Faktor yang kedua
adalah tingkat kesulitan pengelolaan pembelian barang tersebut. Semakin tinggi
tingkat kesulitannya, semakin banyak diperlukan intervensi dari manajemen.
Secara umum tingkat kesulitan pembelian suatu barang ditentukan oleh beberapa
hal seperti kompleksitas dan keunikan barang tersebut, kemampuan pemasok dalam
memenuhi permintaan, dan ketidakpastian (ketersediaan, kualitas, harga, dan
waktu pengiriman) (Nasibu, 2009).
Berdasarkan kedua
faktor tersebut, pemasok dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis pemasok. Hubungan
yang bersifat jangka panjang dan membutuhkan investasi bersama dari pihak
perusahaan amupun pemasok hanya mungkin dilakukan untuk critical strategic supplier. Investasi perusahaan untuk mengembangkan
kemampuan pemasok yang masuk golongan critical
strategic supplier perlu dilakukan sehingga mereka bisa memasok barang atau
jasa dengan kualitas yang lebih baik dengan pengiriman yang tepat waktu.
Investasi ini bisa dilakukan dalam bentuk bantuan teknis dan manajemen,
inisiatif bersama untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi untuk melakukan cost reduction. Pemasok dalam kelompok
ini, kriteia pemilihan dan penilaianya mestinya lebih ditekankan pada potensi
kerja sama dan perbaikan jangka panjang. Bukan semata-mata pada kualitas,
harga, dan ketepatan pengiriman yang dijanjikan. Berikut ini Tabel 2.2
klasifikasi pemasok (Khusairin & Munir, 2015).
Tabel 2.3 Klasifikasi Pemasok
Tingkat Kepentingan
|
|||
|
Rendah
|
Tinggi
|
|
Tingkat Kesulitan
|
Tinggi
|
Bottleneck
Supplier
·
Sulit mencari pengganti
·
Pasar monopoli
·
Pemasok baru sulit masuk
|
Critical
Strategic Supplier
·
Penting/strategis
·
Pengganti sulit
|
Rendah
|
Non-Critical
Supplier
·
Ketersediaan cukup
·
Barang-barang cukup standar
·
Pengganti dimungkinkan
·
Nilainya relatif rendah
|
Leverage
Supplier
·
Ketersediaan cukup
·
Pengganti dimungkinkan
·
Spesifikasi standar
·
Nilainya relatif tinggi
|
Sumber: Khusairin & Munir
(2015)
Pemasok dengan kategori non-critical supplier, fokus manajemen hendaknya pada
penyederhanaan proses pembelian dengan memberikan otoritas bagi tingkat
manajemen yang lebih rendah untuk mengambil keputusan pembelian dan pengurangan
proses-proses yang memakan waktu dan biaya. Karena barang-barang yang dipasok
biasanya relatif standard an tidak bernilai strategis. Kriteria utama dalam
keputusan pembelian adalah harga perunit (Khusairin & Munir, 2015).
Perusahaan perlu
menaruh perhatian yang signifikan terhadap bottleneck
supplier, karena kalau tidak, ketidaktersediaan barang-barang yang mereka
pasok sering menjadi penghambat. Biasanyan ketersediaan yang rendah diakibatkan
tidak banyak pemasok yang memasok barang tersebut. Alasanya bisa karena secara
alamiah barang atau jasa tersebut tidak mudah diperoleh atau karena tidak
banyak nilai ekonomisnya bagi pemasok. Sehingga tidak banyak yang berminat
untuk memproduksi atau memasok. Terhadap pemasok yang seperti ini perusahaan
bisa meningkatkan standarisasi atau penyederhanaan spesifikasi barang atau jasa
sehingga lebih mudah diperoleh (Khusairin & Munir, 2015).
Pemasok yang
termaksud kategori leverage supplier adalah
yang relatif mudah dikelola karena banyak oemasok yang berkompeten,
barang-barang yang dipasok bisa digantikan, dan ketersediaan cukup. Oleh karena
itu biasanya perusahaan memiliki posisi tawar yang baik. Fokus manajemen
mestinya adalah mempertahankan posisi tawar-menawar tersebut. Kasus-kasus
tertentu mungkin perusahaan bisa merubah model hubungan kemitraan jangka
panjang, namun hal itu perlu dilakukan kalau ada potensi perbaikan yang cukup
signifikan. Berikut ini Tabel 2.3 fokus manajemen untuk tiap pemasok (Khusairin
& Munir, 2015).
Tabel 2.4 Fokus Manajemen untuk Tiap Pemasok
Tingkat Kepentingan
|
|||
|
Rendah
|
Tinggi
|
|
Tingkat Kesulitan
|
Tinggi
|
Bottleneck Supplier
·
Penyederhaan atau standarisasi barang
|
Critical
Strategic Supplier
·
Strategi kerjasama, fokus ke keunggulan strategis
|
Rendah
|
Non-Critical
Supplier
·
Simplifikasi proses, fokus ke harga perunit
|
Leverage
Supplier
·
Peliharaan bargaining
power terhadap pemasok
|
Sumber: Khusairin & Munir
(2015)
J. Metode Pemilihan Pemasok
Prinsipnya pemilihan pemasok dalam keadaan tertentu dapat dilakukan
dengan melalui pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung,
penunjukan langsung, kartu pengadaan (procurement
card), pengadaan secara elektronik (e-Procurement)
atau melalui swakelola. Masing-masing metode tidak dapat dilakukan untuk
sebarang jenis proyek, karena ada karakteristik yang membedakan satu metode
dengan metode lain. Berikuyt penjelasan untuk masing-masing metode yang dapat
dilakukan untuk pemilihan pemasok
(Yadrifil & Tri, 2013).
1.
Pelelangan Umum
Pelelangan umum adalah pengadaan
barang/jasa yang dilakukan secara terbuka untuk umum, mengacu kepada prinsip
dasar pengelolaan rantai suplai dengan diumumkan terlebih dahulu melalui papan
pengumuman resmi kontraktor migas, media cetak dan apabila memungkinkan melalui
media elektronik.
2.
Pelelangan Terbatas
Pelelangan terbatas dilaksanakan dengan
cara mengundang melalui pengumuman minimal 2 (dua) calon peserta yang memenuhi
kriteria tertentu.
3.
Pemilihan Langsung
Pemilihan langsung adalah pelaksanaan
pengadaan barang dengan mengundang sekurang- kurangnya 3 (tiga) Penyedia
Barang.
4.
Penunjukan Langsung
Pengadaan secara penunjukan langsung
dilaksanakan dengan cara menunjuk langsung kepada 1 (satu) Penyedia Barang.
5.
Procard
Pengadaan dengan procurement card (procard) adalah pengadaan barang/jasa secara
penunjukan langsung dengan menggunakan media procard sebagai sarana pembayaran tanpa harus menerbitkan surat
perjanjian/ Kontrak, surat pesanan, atau purchase
order (PO).
6.
Pengadaan
Secara Elektronik
Pengadaan secara elektronik (e-Procurement)
merupakan pelaksanaan pengadaan barang/jasa dengan menggunakan jaringan
elektronik (jaringan internet atau intranet) atau electronic data interchange (EDI).
7.
Swakelola
Swakelola
merupakan pekerjaan yang pelaksanaannya direncanakan, dikerjakan dengan
menggunakan tenaga dan peralatan sendiri dan diawasi sendiri atau
pelaksanaannya dikuasakan kepada pihak lain. Jenis-jenis pekerjaan yang dapat
dilakukan secara swakelola oleh Kontraktor KKS sendiri, antara lain namun tidak
terbatas pada pekerjaan penyelenggaraan pendidikan dan latihan, kursus,
penataran, seminar, lokakarya.
K. Penentuan Kriteria
Identifikasi
kriteria dalam pemilihan pemasok ini, berdasarkan dimensi kualitas menurut
teori Garvin yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik mutu produk
dan menurut teori Kotler untuk dimensi kualitas mutu pelayanan. Penjelasan
untuk masing-masing kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut (Ngatawi
& Setyaningsih, 2011).
1.
Pengiriman
barang, adalah proses penyampaian barang dari produsen ke konsumen.
2.
Pelayanan,
adalah usaha yang dilakukan pemasok dalam melayani kebutuhan konsumen.
3.
Produk,
adalah hasil yang berwujud barang yang ditawarkan oleh pemasok.
4.
Kualitas
pemasok, adalah kemampuan pemasok dalam menjaga reputasi dan konsistensi dalam
bekerja sama dengan para konsumen. Hal ini bertujuan untuk mempermudah
kelancaran produksi.
5.
Biaya, adalah
uang yang dikeluarkan konsumen untuk memperoleh produk dari pemasok.
L. Analytical
Hierarchy Process (AHP)
Pemilihan
pemasok merupakan aktifitas yang kompleks, oleh karena itu dibutuhkan suatu
metode yang tepat untuk menyekesaikannya. Salah satu merode yang dapat digunakan
adalah Analytical Hierarchy Process
(AHP). Metode AHP ini pertama kali diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tajun
1970. Metode AHP menggunakan pembobotan adiktif. Dikatakan adiktif karena
operasi aritmatika untuk mendapatkan totalnya dilakukan dengan cara penjumlahan
(Ngantawi & Setyaningsih, 2011).
Analytical
Hierarchy Process (AHP) merupakan
metode yang digunakan untuk meranking alternatif keputusan dan memilih salah
satu alternatif keputusan yang terbaik ketika pembuat keputusan memiliki
berbagai kriteria. Dengan metode AHP pembuat keputusan dapat memilih alternatif
yang terbaik yang sesuai dengan kriteria keputusannya, serta memberikan
rangking untuk setiap alternatif kebutuhan berdasarkan kelayakan setiap alternatif
yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk
mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan, dengan menyederhanakan dan
mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut
kedalam bagian–bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan
hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya
tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan
variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk
mempengaruhi hasil pada situasi tersebut (Yadrifil & Tri, 2013).
Metode AHP memiliki tiga prinsip pokok
yang harus diperhatikan yaitu, prinsip penyusunan hirarki, prinsip menentukan
prioritas, dan prinsip konsistensi logis. Selain itu, metode AHP memiliki
beberapa keuntungan dalam proses penyelesaian masalah kompleks, yaitu kesatuan,
kompleksitas, saling ketergantungan, penyusunan hirarki, pengukuran,
konsistensi, sistensi, tawar-menawar, pengulangan proses, penilaian dan konsensus
(Wirdianto & Unbersa, 2008).
Apabila suatu permasalahan ingin
diselesaikan dengan menggunakan metode AHP, permodelan tersebut perlu
digambarkan kedalam tiga hirarki umum yaitu, tujuan, criteria, dan alternatif.
Sebagai contoh, jika seorang manajer dihadapkan kedalam permasalahan untuk
memilih armada logistik yang paling sesuai, permasalahan ini dapat dimodelkan
seperti Gambar 2.2 berikut (Ahmad, Wahyani & Sastriadi, 2013).
Gambar
2.4 Struktur dan Hirarki Elemen Keputusan
Sumber: Ahmad, Wahyani &
Sastriadi (2013)
Konsep dari AHP adalah penggunaan pairwise
comparison matrix atau matriks perbandingan berpasangan untuk menghasilkan
bobot relatif antar kriteria maupun alternatif. Suatu kriteria akan
dibandingkan dengan kriteria lainya dalam hal seberapa penting terhadap
pencapaian tujuan. Sebagai contoh, kriteria spesifikasi dibandingkan dengan
kriteria biaya dibandingkan untuk menilai seberapa pentingnya untuk penilaian
pemilihan armada transportasi. Begitu juga dengan alternative, kendaraan A, B,
dan C akan dibandingkan secara berpasangan (dan akan dibentuk matriks) dalam hal
sub-kriteria biaya pemeliharaan misalnya. Nilai-nilai yang disarankan untuk
membuat matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini (Ahmad,
Wahyani & Sastriadi, 2013).
Tabel
2.4 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Intensitas Kepentingan
|
Keterangan
|
1
|
Kedua
elemen sama penting
|
3
|
Elemen
yang satu sedikit lebih penting dibanding elemen lainnya
|
5
|
Elemen
yang satu lebih penting dibanding elemen lainnya
|
7
|
Elemen
yang satu lebih mutlak penting dibanding elemen lainnya
|
9
|
Elemen
yang satu mutlak penting dibanding elemen lainnya
|
2,4,6,8
|
Nilai-nilai
antara dua pertimbangan nilai yang berdekatan
|
Kebalikan
|
Jika
untuk aktivitas i mendapatkan satu angka dibandingkan dengan aktivitas j,
maka j mempunyai nilai kebalikan dibanding i
|
Sumber: Ahmad, Wahyani &
Sastriadi (2013)
AHP sebagai sebuah metode dalam menyelesaikan permasalahan
pengambilan keputusan memiliki kelebihan tersendiri. Kelebihan AHP yaitu dapat
memberikan kerangka yang komprehensif dan rasional dalam menstukturkan permasalahan
pengambilan keputusan. AHP merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan
masalah Multi Criteria Decision Making
(MCDM). Terdapat tiga prinsip dalam pemecahan masalah dalam AHP, yaitu decomposition, comparative judgement,
dan logical comcistency (Laksana
& Zarkasy, 2015).
M. Kelebihan AHP
Analytical Hierarchy Process (AHP)
sebagai sebuah metode pengambilan keputusan memiliki beberapa kelebihan. AHP
banyak digunakan untuk pengambilan keputusan dalam menyelesaikan
masalah-masalah dalam hal perencanaan, penentuan alternatif, penyusunan
prioritas, pemilihan kebijakan, alokasi sumber daya, penentuan kebutuhan,
peramalan hasil, perencanaan hasil, perencanaan system, pengukuran performansi,
optimasi, dan pemecahan konflik. Kelebihan AHP dalam pemecahan permsasalahan
dan pengambilan keputusan adalah sebagai berikut (Rahmayanti, 2010).
1.
Kesatuan
AHP member satu
model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tak
terstruktur.
2.
Kompleksitas
AHP memadukan
ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan system dalam memecahlan persoalan
kompleks.
3.
Saling ketergantungan
AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen
dalam suatu system dan tidak memaksakan pemikiran linier.
4.
Penyusunan hirarki
AHP mencerminkan
kecenderungan alami pikiran untuk memilah elemen-elemen suatu system dalam
berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsure yang serupa dalam setiap
tingkat.
5.
Pengukuran
AHP memberi suatu
skala untuk mengukur hal-hal dan wujud suatu model untuk menetapkan prioritas
6.
Tawar-menawar
AHP mempertimbangkan
prioritas-prioritas relatif dari berbagai factor system dan memungkinkan orang
memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
7.
Penilaian dan konsesus
AHP tidak memaksakan
konsensus tetapi mensistensis suatu hasil yang representatif dari berbagai
penilaian yang berbeda-beda.
8.
Pengulangan proses
AHP memungkinkan
orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki
pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.
9.
Sistensis
AHP menuntun ke
suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
N. Kekurangan AHP
Penerapan AHP juga
memiliki kesulitan tersendiri, apabila kesulitan tersebut tidak dapat diatasi,
maka akan menjadi kelemahan untuk metode AHP. Beberapa kelemahan metode AHP
yang mungkin terjadi dalam proses pengambilan keputusan (Rahmayanti, 2010).
1.
AHP tidak dapat diterapkan pada
suatu perbedaan sudut pandang yang sangat tajam atau ekstrim di kalangan
responden.
2.
Metode ini mensyaratkan
ketergantugan pada sekelompok ahli sesuai dengan jenis spesialisasi terkait
dalam pengambilan keputusan.
3.
Responden yang dilibatkan harus
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang permasalahan serta
metode AHP.
O. Prinsip Pokok AHP
Metode
AHP merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan masalah Multi Criteria Decision Making (MCDM).
Terdapat empat prinsip dalam pemecahan masalah dalam AHP, yaitu decomposition, comparative judgement, synthesis of priority dan logical comcistency (Subakti, 2002).
1.
Deconposition
Setelah persoalan
didefinisikan, tahapn yang perlu dilakukan adalah decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi
unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga
dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didaptkan beberapa tingkatan
persoalan tadi. Karena alasan ini maka proses analisis ini dinamakan hirarki.
Ada dua jenis hirarki yaitu lengkap dan tidak lengkap. Disebut hirarki lengkap
jika semua elemen ada pada tingkat berikutnya, jika tidak demikian, hirarki
yang terbentuk dinamakan tidak lengkap.
2.
Comparative Judgement
Prinsip ini berarti
membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat
tertentu dalam kaitannya dengan kriteria diatasnya. Penilaian ini merupakan
inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritas dari
elemen-elemen yangada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian
ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks perbandingan
berpasangan (pairwise comparison).
3.
Synthesis of Priority
Dari setiap matrik
perbandingan berpasangan kemudian dicari eigen
vector dari setiap matrik perbandingan berpasangan untuk mendapatkan
prioritas lokal. Karena matrik perbandingan berpsangan terdapat pada setiap
tingkat, maka untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesis di
antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sistesis berbeda-beda menurut
hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur
sistesis dinamakan seting prioritas. Prioritas global adalah prioritas atau bobot
subkriteria maupun alternatif terhadap tujuan hirarki secara keseluruhan atau
level tertinggi dalam hirarki. Cara mendapatkan prioritas global ini dengan
cara mengalikan prioritas lokal subkriteria maupun alternatif dengan prioritas
dari kriteria level diatasnya (Fatmawati, 2007).
4.
Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua
arti, yang pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokan sesuai
dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan
antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Dalam menggunakan
keempat prinsip tersebut, AHP menyatukan dua aspek pengambilan keputusan yaitu
secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif AHP mendefinisikan
permasalahan dan penilaian untuk mendapatkan solusi permasalahan. Sedangkan
secara kuantitatif AHP melakukan perbandingan secara numerik dan penilaian
untuk mendapatkan solusi permasalahan (Subakti, 2002).
P. Langkah-langkah Metode AHP
Proses
penyelesaian dengan menggunakan metode AHP memiliki beberapa langkah
penyelesaian. Terdapat sembilan langkah penyelesaian dengan menggunakan metode
AHP, berikut adalah penjelasan langkah-langkah metode AHP (Purnomo, 2007).
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
Dalam tahap ini kita berusaha menentukan
masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail dan mudah di pahami. Dari
masalah yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok.
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan
tujuan utama.
Setelah menyusun tujuan utama sebagai
level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu
kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif
yang kita berikan dan menentukan alternative tersebut.
Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan
dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan).
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang
menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan
atau kriteria yang setingkat di atasnya. Pendekatan dengan matriks mencerminkan
aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan
dilakukan berdasarkan judgment dari
pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen
dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan
dipilih semua kriteria dari level paling atas hirarki misalnya K dan kemudian
dari level dibawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya E1, E2,
E3, E4, E5.
4. Melakukan mendefinisikan perbandingan berpasangan
sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah,
dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.
Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9
yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu
elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil
perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa
membedakan intensitas antar elemen yang dibandingkan.
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya,
jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.
6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh
tingkat hirarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks
perbandingan berpasangan
Perhitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan
niali setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total
kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan
nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk
mendapatkan rata-rata
8. Memeriksa konsistensi hirarki
Konsistensi yang diharapkan adalah yang
mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun
sulit untuk mencapai yang sempurna,
rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10%.
9.
Melakukan Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas pada AHP dapat
dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi perubahan yang cukup
besar, misalnya terjadi perubahan bobot
prioritas atau urutan prioritas dan kriteria karena adanya perubahan kebijaksanaan
sehingga muncul usulan pertanyaan bagaiman urutan prioritas alternatif yang
baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Apabila dikaitkan dengan suatu
periode waktu maka dapat dikatakan bahwa analisis sensitivitas adalah unsur
dinamis dari sebuah hirarki. Artinya penilaian yang dilakukan pertama kali
dipertahankan untuk suatu jangka waktu
tertentu dan adanya perubahan kebijaksanaan atau tindakan yang berbeda,
cukup dilakukan dengan analisis sensitivitas untuk melihat efek yang terjadi.
Q. Penelitian Pemilihan Pemasok Terdahulu
Yadrifil dan ahmad Tri Sarifudin (2013), melakukan penelitian
mengenai Penelitian Kriteria Dalam Pemilihan Supplier Pada Kontraktor Migas Menggunakan Analytic Hierarchy Process. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan
perhitungan pembobotan untuk kriteria yang digunakan yaitu terdiri dari 9
kriteria dan 34 sub-kriteria. Terdapat 3 kriteria dengan bobot tertinggi yaitu
K3LL, kualitas, dan teknis dengan jumlah bobot lebih dari 50% bobot total
penilaian. Kriteria K3LL menempati kriteria dengan bobot tertinggi. Kriteria
ini mencangkup mematuhi peraturan K3LL yang berlaku, memiliki sertifikasi K3LL,
dan memiliki SOP K3LL.
Sambas Sundana dan Yossy
Yulia Sari (2012) melakukan penelitian mengenai Pemilihan Supplier Pada Komponen Lamp
Cord Assy Untuk Spedometer Honda
Blade Di PT. Indonesia Nippon Seiki. Data untuk mendukung penggunaan metode AHP diperoleh
dengan menyebarkan kuesioner kepada responden
terkait. Penelitian ini dibantu dengan
software expert choise 2000. Dari hasil penilaian
tingkat kepentingan kriteria
dalam pemilihan supplier menghasilkan skala prioritas sebagai berikut, Quality (0,214), Cost (0,290), Delivery (0,212),
Management (0,097), Environment (0,188). Dari hasil
penilaian tingkat kepentingan alternatif dalam
pemilihan supplier menghasilkan skala prioritas sebagai berikut, prioritas I supplier PT.CMW (0,359), prioritas II supplier PT.EWD (0,337), prioritas III supplier PT.DEM (0,304). Berdasarkan
hasil analisis diatas, jika perusahaan akan mengadakan hubungan kemitraan
dengan supplier, perusahaan
diutamakan untuk memilih supplier PT.CMW sebagai supplier lamp cord assy new project
speedometer Honda Blade karena PT.CMW merupakan supplier yang memiliki nilai keseluruhan paling tinggi.
Ngatawi
dan Ira Setyaningsih (2011) melakukan penelitian mengenai Analisis Pemilihan Supplier Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP).
Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner perbandingan berpasangan kepada manajer administrasi dan umum.
Terdapat lima kriteria yang digunakan yaitu, pengiriman, pelayanan, produk,
kualitas, dan biaya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui pemasok A
terpilih sebagai pemasok utama dengan bobot 0.240, sedangkan pemasok B memiliki nilai bobot sebesar 0.237,
pemasok C memiliki nilai bobot sebesar 0.162, pemasok E memiliki nilai bobot
sebesar 0.131, pemasok F memiliki nilai bobot sebesar 0.128, dan pemasok D
memiliki nilai bobot sebesar 0.102.
Eri
Wirdianto dan Elpira Unbersa (2008) melakukan penelitian mengenai Aplikasi
Metode Analytical Hierarchy Process Dalam
Menentukan Kriteria Penilaian Supplier.
Penelitian yang dilakukan terfokus untuk mendapatkan kriteria yang menambah current value bukan future value, sehingga didapat enam kriteria yang digunakan yaitu
kondisi perusahaan, kelengkapan dokumen, harga, pengiriman, kualitas, dan
pelayanan. Pemasok pada penelitian ini dikelompokkan kedalam beberapa
klasifikasi, yaitu critical strategy
suppliers, leverage suppliers, non
critical suppliers, dan bottleneck
suppliers. Pembagian klasifikasi pemasok ini ditentukan berdasarkan tingkat
kepentingan barang dan tingkat kesulitan mendapatkan barang tersebut. Tingkat
kepentingan barang berdasarkan oleh pemakaian barang, sedangkan tingkat
kesulitan mendapatkan barang ditentukan berdasarkan lead time pengadaan barang. Berdasarkan perhitungan yang telah
dilakukan, maka kriteria yang menjadi prioritas utama pada critical
strategy suppliers adalah kualitas dengan bobot 0.331, klasifikasi leverage suppliers menghasilkan kriteria
kualitas sebagai prioritas utamanya dengan bobot tertinggi sebesar 0.310, pada non critical suppliers kriteria dengan
bobot tertinggi yaitu harga dengan bobot 0.362, dan pada bottleneck suppliers menghasilkan kriteria pengiriman sebagai
kriteria utama dengan nilai bobot tertinggi sebesar 0.350.
Nofan,
Widhy, dan Achmad (2013) melakukan penelitian mengenai Analytical Hierarchy Process (AHP) Sebagai Dasar Pemilihan Pemasok
(Supplier) Dalam Penentuan Anggaran
Pembiayaan Bahan Baku di CV. Karya Bahari Surabaya. Kriteria yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kualitas, harga, pengiriman, R&D, dan respon.
Bahan baku yang diamati adalah lembaran kulit, lembaran kain, lembaran karton,
lembaran spon, dan plat besi. Berdasarkan perhitungan pembobotan untuk bahan
baku lembaran kulit didapat bahwa pemasok Jaya Abadi terpilih sebagai pemasok
utama, bahan baku lembaran kain terpilih pemasok Sumber Tekstil, bahan baku
lembaran karton terpilih pemasok Tiga Saudara, bahan baku lembaran spon terpilih pemasok Kramat
Gantung, dan bahan baku plat besi terpilih pemasok Warsito Bengkel sebagai
pemasok utama.
Daftar pustaka:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135510-T%2023278%20Kajian%20penerapan-Literatur.pdf
Ahmad, Nofan Hadi, Wahyani Widhy, dan Sastriadi
Achmad Saifullah. 2013. Analytical
Hierarchy Process (AHP) Sebagai Dasar Pemilihan Pemasok (Supplier) dan
Penentuan Anggaran Pembiayaan Bahan Baku di CV. Karya Bahari Surabaya. Jurnal
Teknik Industri. Vol. 10 Hal. 4-12.
Fatmawati, Madelina Shinta. 2007. Penggunaan Metode AHP dalam Mengolah
Kualitas Jasa Lembaga Amil Zakat di Surakart. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Haming, Murdifin dan Nurnajamuddin Mahfud.
2012. Manajemen Produksi Modern, Operasi
Manufaktur dan Jasa. Jakarta: Bumi Aksara.
Indrajit, Richardus Eko dan Richardus
Djokopranoto. 2002. Konsep Supply Chain,
Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta: PT Gramedia
Indonesia.
Khusairin, Achmad dan Munir Misbach. 2015.
Analisa Kriteria Terhadap Pemilihan
Supplier Bahan Baku Dengan Pendekatan Analytical Hierarchy Process(AHP). Jurnal
Teknik Industri Universitasd Yudharta Pasurusan. Vol 2 No.1 Hal. 37-53.
Laksana, Tri Ginanjar dan Zarkasy Ma’mun
Efendy. 2015. Sistem Pendukung Keputusan
Seleksi Supplier Pemilihan Bibit Ayam Broiler Menggunakan Metode AHP.
Jurnal Manajemen Informatika STMIK-IKMI. Vol. 13 No. 1 Hal. 38-52.
Nasibu, Iskandar. 2009. Penerapan Metode AHP Dalam Sitem Pendukung
Keputusan Penempatan Karyawan Menggunakan Aplikasi Expert Choice. Jurnal Pelangi Ilmu. Vol 2 No. 5.
Ngatawi
dan Setyaningsih Ira. 2011. Analisis
Pemilihan Supplier Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Jurnal
Teknik Industri. Vol. 10 No. 1 Hal. 7-13.
Pujawan, I Nyoman dan Mahendrawathi ER.
2010. Supply Chain Management.
Surabaya: Institur Teknologi Sepuluh November.
Purnomo, A. 2007, Perencanaa Kebutuhan Bahan Baku dan
Penetapan Prioritas Pemasok di PT. Surya Mas Abadi. Bandung: Jurnal Teknik
Industri UNPAS Vol.9, No. 3
Rahmayanti, Reny. 2010. Analisis Pemilihan Supplier Menggunakan
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Subakti, Irfan. 2002. Sistem Pendukung Keputusan. Institut Teknologi Sepuluh November.
Surabaya.
Sundana, Sambas dan Sari Yossy Yulia.
2012. Pemilihan Supplier Pada Komponen
Lamp Cord Assy Untuk Spedometer Honda Blade Di PT. Indonesia Nippon Seiki.
Jurnal Teknik Industri Universitas Muhamadiyah Jakarta
Wirdianto, dan Eri Unbersa Elpira. 2008. Aplikasi Metode Analytical Hierarchy Process
dalam Menentukan Kriteria Pemilihan Supplier. Jurnal Teknik Industri. Vol.
2 Hal. 6-13.
Yadrifil, dan Tri Ahmad Sarrifudin. 2013. Penentuan Kriteria dalam Pemilihan Supplier
pada Kontraktor Migas Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process. Jurnal
Teknik Industri Universitas Indonesia.